Thursday, September 11, 2014

Chapter 1 Continue..

Muka pucat pasi semeraut diwajah kami bertiga, entah kenapa kami seakan tidak bisa mengayunkan kaki untuk berlari lebih jauh karena ibu ibu perkasa menghadang kami didepan hingga tak tampak celah sedikit pun untuk kabur. Ya.. hanyalah pasrah yang bisa kami lakukan karena melanggar aturan orang tua.

"Kau itu ya.. Tak dengar apa kata orang tua, slalu saja kau tu nurut kehendak sendiri, kalau sakit kau tah jadi apa mamak ngurusin kau, kau itu bikin mama ini kejar - kejar trus saja, tak mengerti kau Ha!!!" celoteh cerewet dari mama mamamad. Mamad dengan nyeleneh pun menjawab "ya gapapalah mak, mamak juga bisa diet kan dengan kejar - kejar mamad". Mendengar jawababan mamad kami tersenyum tipis termasuk mama - mama kami yang sedang menjewer telinga kami. Dengan tangan ditelinga, ibu - ibu kami ini menggiring kami pulang seolah ada anak yang hilang didesa itu, atau lebih tepatnya anak bandel yang tidak menuruti kata orang tua.

Selagi dalam perjalanan dibawah naungan hutan yang teduh dan jalan tanah berbatu, kami beralaskan sendal dan menapaki perlahan sambil menahan rasa sakit, terlihat ada anak - anak kecil berkerudung manis sambil memegang al-quran yang hendak pergi mengaji, mereka tersenyum kecil melihat kami, aduhaiii... sungguh manis anak ini. Kulit sawo matang, mata hitam, senyumnya halus, membuat jantungku tak menentu rasanya. Dunia kupandang seakan berhenti berputar karena yang kulihat hanya dia di depan mataku walau aku sama sekali tidak tahu siapa namanya.

"Siapa yang kau lihat - lihat? Jangan pula kau pandangi terus itu perempuan, kau masih kecil sudah liar mata kau!" celoteh ibuku

tapi, walaupun gangguan dari ibu yang celoteh tidak jelas tentang perempuan itu, tetap saja mata ku masih tertuju walau gadis kecil itu tidak menoleh lagi pada ku..

Siapa dia? Siapa namanya? Entahlah...

To Be Continued...

Monday, September 8, 2014

Chapter 1: Bocah Tengil

Aku Hafiz. Bocah tengil dari desa pedalaman yang jarang sekali menuruti nasehat dan petuah orang tua, termasuk juga semua orang yang sudah tua. Pekerjaan saya sehari - hari hanyalah bermain, pergi kesekolah, pulang sekolah bermain, makan, lalu tidur. Ya.. Tidak ada sesuatu yang luar biasa dalam perjalanan hidup kecil aku.

Aku punya dua sahabat yang saling sama dan bertolak belakang sifatnya denga aku. Namanya mamad dan rizki. Mamad bocah pendiam, culun, dan tidak ekspresif ini merupakan anak yang selalu siap untuk aku bully. Mungkin karena umurnya yang jauh lebih muda dari aku. Kemudian, Rizki, seorang sahabat yang selalu mengimbangi semua keinginan aku. Mau itu kabur dari sekolah, hingga sholat di mushalla. terkadang aku rajin seperti anak - anak biasanya dan terkadang aku malas seperti keseharian aku biasanya.

Hari itu Hujan deras hingga tetesan nya air itu melewati lubang - lubang karatan diatap rumah ku. Aku bukannya membereskan malah kubuka bajuku dan kukenakan celana pendek untuk bermain lumpur dan hujan diluar rumah dan tidak lupa untuk mengajak teman - teman aku. "Fiz.. Tak marah mama kau melihat kita main ujan disini?", Ujar mamad. "Tidak la mad, mungkin hanya kau saja yang merasa mama mu bakal memanggil karena kau anak rumahan!," Jawab aku sambil tertawa.  "Ia mad!, mungkin hanya kau saja nanti yang harus siap dengar terompet mama kau itu", lanjut rizky. Mamad hanya bisa tersenyum mendengar bullyan kami pada mereka.

Hingga satu waktu,
"MAMAAAAADD!!!!!! Sudah mama bilang jangan main hujan nanti kau sakit disana nak!, teriak mama mamad dari luar rumah.

Sejenak ku angkat terompa ku, kupasangkan ditanganku, aku berlari sekencang - kencang nya dengan rizki supaya yang dimarahin cuma mamad. Tapi petaka, mamad ikut berlari dengan kami di hujan deras itu. "Mampus mak oi," dalam benakku. aku cuma bisa terus berlari sampai ke danau kecil dekat rumah tempat biasa kami nongkrong dan berenang.

"Mad! kau buat kita dalam masalah ini, mama kau bisa jewer kita semua", ujar rizki.

Mamad hanya diam dan tidak berkata apa - apa.

"Yasudah kita berenang saja, senang - senang kita disini", jawab aku.

Akhirnya kami bertiga berenang didanau tersebut habis hujan - hujan. tapi, dari kejauhan terlihat tiga orang berbadan besar, memegan tongkat berkepala kan ijuk hitam seperti nenek penyihir yang ingin menangkap kami. setelah semakin dekat terlihat 3 orang ibu - ibu seperti three musketeers yang sangat kami kena. Ya , Mereka Ibu kami.. Gawatt...


"MAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAD!!!!!!!!!!!!!, teriak mama mamad"

- to be continued